Minggu, 23 November 2014

Akuntan untuk ASEAN Economic Community 2015




Tak sadar, kita sudah berada di penghujung tahun 2014. Itu berarti tinggal satu bulan lagi akan berganti menjadi tahun 2015. Banyak orang yang sangat menanti akan datangnya tahun 2015, akan ada hal besar yang terjadi dalam sejarah perekenomian Asia yaitu apalagi kalau bukan AEC (ASEAN Economic Community) 2015. Semua orang se-Asia  Tenggara sudah pasti mengetahuinya tak terkecuali masyarakat Indonesia sendiri.
Seperti namanya AEC, sebagian dari kita pasti sudah tahu apa itu AEC. AEC merupakan kesepakatan yang dibuat oleh negara-negara Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk kerjasama yang lebih solit dan kuat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas perekonomian serta mensejahterahkan rakyat dikawasan ASEAN. ASEAN Economic Community  sendiri merupakan salah satu bentuk Free Trade Area (FTA), dimana AEC akan berintegrasi lewat keja sama ekonomi regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali perdagangan. Dalam arti AEC adalah perdagangan bebas, dimana barang dan jasa dari berbagai negara di Asia Tenggara dapat dengan bebas keluar masuk, termasuk di Indonesia. Namun, dibalik ini semua sebenarnya justru terdapat tugas dan tantangan yang besar bagi Indonesia. Siapkah negara  ini menghadapi AEC yang sebentar lagi akan datang ? Siapkah kita bersaing dengan tenaga kerja dan hasil produksi dari luar negeri ?
 Barang dan jasa dapat masuk dengan bebas, itu berarti kita secara tidak langsung dituntut untuk memahami bahasa asing juga terutama Bahasa Inggris. Beberapa tahun belakangan untuk menghadapi AEC 2015 ini, pemerintah Indonesia membuka les gratis untuk orang yang mau belajar Bahasa Asing. Tidak hanya dari bahasa,  secara kualitas dari sumber daya manusianya. Profesi seperti Dokter, Pebisnis, Para Pengajar (Dosen&Guru), tidak terkecuali Akuntan dari luar negeri akan masuk dengan bebasnya ke Indonesia. Di  sini mengenai SDM saya akan mencoba membahas dari sisi akuntansi dan seorang akuntan dari Indonesia. Siapkah ilmu akuntansi dan seorang akuntan kita untuk menghadapi AEC 2105 ?
Jika kita mendengar kata ‘akuntansi’, pastilah yang ada di pikiran kita adalah berupa angka, hitungan, laporan keuangan, debit kredit, untung rugi, dan lain-lainnya. Semua itu akan langsung membuat kita pusing bahkan stress untuk memikirkannya lebih jauh lagi. Akuntansi sendiri merupakan suatu proses mencatat, mengklasifikasi, mengolah dan menyajikan data transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
            Di Indonesia, akuntansi sangat terkenal. Semua universitas tidak ada yang tidak menyediakan atau membuka jurusan ini. Bahkan jurusan akuntansi ini termasuk jurusan yang paling banyak diminati oleh remaja yang baru lulus SMA, sekalipun mereka bukan asli dari jurusan IPS yang sejatinya adalah yang cukup memahami tentang dasar akuntansi. Namun terlepas dari itu semua, apakah semua remaja baik yang sedang ataupun mau mengambil jurusan akuntansi ini adalah benar-benar memiliki keahlian di bidangnya? atau mengikuti teman ? atau bahkan hanya menuruti gengsi ? Menurut saya sendiri, akuntansi sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Mengapa ? Karena 1.) Butuh kekuatan. Kekuatan untuk menghitung dengan cepat, sekalipun ada kalkulator. Dan bila orang tidak suka dengan hitungan atau angka, akan susah. Susah untuk fokus.  2.) Butuh ketelitian dan kesabaran. Karena akuntansi merupakan proses, yang artinya jika satu saja salah maka pasti kedepannya akan salah. Sama halnya saat kita membuat sebuah jurnal sampai pada penyusunan laporan keuangan ternyata tidak seimbang antara debit kreditnya, itu sungguh menguras tenaga dan pikiran.
Lulusan dari akuntansi nantinya adalah seorang akuntan. Di mana seperti kita tahu bahwa, di jaman sekarang seorang akuntan tidak perlu lagi untuk secara manual membuat jurnal, lalu diposting ke buku besar, setelah itu membuat laporan laba rugi, kemudian menyusun laporan posisi keuangan, baru diketahui perubahan ekuitasnya, dan baru bisa membuat catatan atas laporan keuangan . Namun semuanya itu sudah tersedia dalam bentuk software, jadi seorang akuntan hanya tinggal masukin data saja, dan semuanya akan langsung diproses oleh sistem akuntansi. Jadi sesungguhnya seorang akuntan hanya dituntut untuk memahami secara konsepnya saja. Karena memahami konsep jauh lebih penting daripada menghafal dan menghitung.
Sekarang pada kenyataannya, akuntan di Indonesia belum dapat dibilang ahli dalam bidangnya. Banyak akuntan-akuntan di kantoran yang malas untuk mengikuti perkembangan aturan-aturan yang berlaku. Padahal di Indonesia sudah terdapat PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) dan SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntanbilitas Publik) yang dibuat oleh IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) sebagai acuannya. Oleh karena itu, menurut saya para akuntan di kantoran jelas belum siap untuk AEC nantinya atau bahkan mungkin mereka belum sadar akan adanya sebuah tantangan besar di depan  mata. Tantangan pertama ialah di mana dengan adanya dinamika standar pelaporan keuangan yang sangat dinamis seperti IFRS (Internasional Financial Reporting Standard), sera standar profesi utuk akuntan publik degan adanya adopsi Internasional Standard on Auditing (ISAs), jelas menuntut kompetensi tinggi. Tantangan kedua adalah pertumbuhan akuntan di Indonesia relative rendah, kalah jauh dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang jauh lebih massif. Jika terus begini, resiko terbesar dengan adanya ASEAN Economic Community ini adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mengapa bisa ? Karena jelas para akuntan di negara kita akan kalah bersaing dengan akuntan yang datang dan melamar kerja di negara kita. Berfikir sebaliknya juga, apakah mungkin akuntan kita bisa menembus pasar dunia bisnis di negeri tetangga ? Jawaban terburuknya adalah tidak. 
Sebenarnya ada cara untuk para akuntan menghadapi AEC 2015 dan hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Bidang Pembinan Akuntan, Pusat Pembinaan Akuntan Jasa dan Penilai (PPAJP) Kementrian Keuangan, Agus Suparto yakni dengan meningkatkan kualitas, kompetensi dan profesionalisme. Ini dilakukan dengan cara mengikuti pendidikan dan pelatihan yang semuanya berkleanjutan dengan menjadi anggota asosiasi profesi, seperti IAI. Lalu, bisa juga dengan rajin atau tidak malas untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan akuntansi. Sekalipun memang malas rasanya untuk menghafal dan memahami semua aturan yang begitu banyak dan hampir setiap tahun mengalami revisi, namun sebenarnya harus dilakukan. Karena sesungguhnya dengan terus mengikuti perkembangan, seorang akuntan akan dapat memahami kondisi akunansi dari negara tetangga dan yang sedang berlaku pada tingkat internasional, jadi dalam arti agar tidak ketinggalan jaman.

Sumber :


By :
Florensia Bias
3203013210 / D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar