Tak sadar, kita
sudah berada di penghujung tahun 2014. Itu berarti tinggal satu bulan lagi akan
berganti menjadi tahun 2015. Banyak orang yang sangat menanti akan datangnya
tahun 2015, akan ada hal besar yang terjadi dalam sejarah perekenomian Asia yaitu apalagi kalau bukan AEC (ASEAN Economic
Community) 2015. Semua orang se-Asia Tenggara sudah pasti mengetahuinya tak
terkecuali masyarakat Indonesia sendiri.
Seperti namanya
AEC, sebagian dari kita pasti sudah tahu apa itu AEC. AEC merupakan kesepakatan
yang dibuat oleh negara-negara Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk
kerjasama yang lebih solit dan kuat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
stabilitas perekonomian serta mensejahterahkan rakyat dikawasan ASEAN. ASEAN Economic
Community sendiri merupakan salah satu
bentuk Free Trade Area (FTA), dimana AEC akan berintegrasi lewat keja sama ekonomi
regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak
terkecuali perdagangan. Dalam arti AEC adalah perdagangan bebas, dimana barang
dan jasa dari berbagai negara di Asia Tenggara dapat dengan bebas keluar masuk,
termasuk di Indonesia. Namun, dibalik ini semua sebenarnya justru terdapat
tugas dan tantangan yang besar bagi Indonesia. Siapkah negara ini menghadapi AEC yang sebentar lagi akan
datang ? Siapkah kita bersaing dengan tenaga kerja dan hasil produksi dari luar
negeri ?
Barang dan jasa dapat masuk dengan bebas, itu
berarti kita secara tidak langsung dituntut untuk memahami bahasa asing juga
terutama Bahasa Inggris. Beberapa tahun belakangan untuk menghadapi AEC 2015
ini, pemerintah Indonesia membuka les gratis untuk orang yang mau belajar
Bahasa Asing. Tidak hanya dari bahasa, secara
kualitas dari sumber daya manusianya. Profesi seperti Dokter, Pebisnis, Para
Pengajar (Dosen&Guru), tidak terkecuali Akuntan dari luar negeri akan masuk
dengan bebasnya ke Indonesia. Di sini
mengenai SDM saya akan mencoba membahas dari sisi akuntansi dan seorang akuntan
dari Indonesia. Siapkah ilmu akuntansi dan seorang akuntan kita untuk menghadapi
AEC 2105 ?
Jika kita
mendengar kata ‘akuntansi’, pastilah yang ada di pikiran kita adalah berupa
angka, hitungan, laporan keuangan, debit kredit, untung rugi, dan lain-lainnya.
Semua itu akan langsung membuat kita pusing bahkan stress untuk memikirkannya
lebih jauh lagi. Akuntansi sendiri merupakan suatu proses mencatat, mengklasifikasi,
mengolah dan menyajikan data transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan
keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti
untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Di
Indonesia, akuntansi sangat terkenal. Semua universitas tidak ada yang tidak
menyediakan atau membuka jurusan ini. Bahkan jurusan akuntansi ini termasuk
jurusan yang paling banyak diminati oleh remaja yang baru lulus SMA, sekalipun
mereka bukan asli dari jurusan IPS yang sejatinya adalah yang cukup memahami
tentang dasar akuntansi. Namun terlepas dari itu semua, apakah semua remaja
baik yang sedang ataupun mau mengambil jurusan akuntansi ini adalah benar-benar
memiliki keahlian di bidangnya? atau mengikuti teman ? atau bahkan hanya
menuruti gengsi ? Menurut saya sendiri, akuntansi sebenarnya bukanlah hal yang
mudah. Mengapa ? Karena 1.) Butuh kekuatan. Kekuatan untuk menghitung dengan
cepat, sekalipun ada kalkulator. Dan bila orang tidak suka dengan hitungan atau
angka, akan susah. Susah untuk fokus. 2.) Butuh ketelitian dan kesabaran. Karena
akuntansi merupakan proses, yang artinya jika satu saja salah maka pasti
kedepannya akan salah. Sama halnya saat kita membuat sebuah jurnal sampai pada
penyusunan laporan keuangan ternyata tidak seimbang antara debit kreditnya, itu
sungguh menguras tenaga dan pikiran.
Lulusan dari
akuntansi nantinya adalah seorang akuntan. Di mana seperti kita tahu bahwa, di
jaman sekarang seorang akuntan tidak perlu lagi untuk secara manual membuat
jurnal, lalu diposting ke buku besar, setelah itu membuat laporan laba rugi, kemudian
menyusun laporan posisi keuangan, baru diketahui perubahan ekuitasnya, dan baru
bisa membuat catatan atas laporan keuangan . Namun semuanya itu sudah tersedia
dalam bentuk software, jadi seorang akuntan hanya tinggal masukin data saja,
dan semuanya akan langsung diproses oleh sistem akuntansi. Jadi sesungguhnya
seorang akuntan hanya dituntut untuk memahami secara konsepnya saja. Karena
memahami konsep jauh lebih penting daripada menghafal dan menghitung.
Sekarang pada
kenyataannya, akuntan di Indonesia belum dapat dibilang ahli dalam bidangnya.
Banyak akuntan-akuntan di kantoran yang malas untuk mengikuti perkembangan
aturan-aturan yang berlaku. Padahal di Indonesia sudah terdapat PSAK (Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan) dan SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan Entitas
Tanpa Akuntanbilitas Publik) yang dibuat oleh IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia)
sebagai acuannya. Oleh karena itu, menurut saya para akuntan di kantoran jelas
belum siap untuk AEC nantinya atau bahkan mungkin mereka belum sadar akan
adanya sebuah tantangan besar di depan mata.
Tantangan pertama ialah di mana dengan adanya dinamika standar pelaporan
keuangan yang sangat dinamis seperti IFRS (Internasional Financial Reporting
Standard), sera standar profesi utuk akuntan publik degan adanya adopsi
Internasional Standard on Auditing (ISAs), jelas menuntut kompetensi tinggi.
Tantangan kedua adalah pertumbuhan akuntan di Indonesia relative rendah, kalah
jauh dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang jauh
lebih massif. Jika terus begini, resiko terbesar dengan adanya ASEAN Economic
Community ini adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mengapa bisa ? Karena
jelas para akuntan di negara kita akan kalah bersaing dengan akuntan yang
datang dan melamar kerja di negara kita. Berfikir sebaliknya juga, apakah
mungkin akuntan kita bisa menembus pasar dunia bisnis di negeri tetangga ?
Jawaban terburuknya adalah tidak.
Sebenarnya ada
cara untuk para akuntan menghadapi AEC 2015 dan hal ini diungkapkan langsung
oleh Kepala Bidang Pembinan Akuntan, Pusat Pembinaan Akuntan Jasa dan Penilai
(PPAJP) Kementrian Keuangan, Agus Suparto yakni dengan meningkatkan kualitas,
kompetensi dan profesionalisme. Ini dilakukan dengan cara mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang semuanya berkleanjutan dengan menjadi anggota asosiasi
profesi, seperti IAI. Lalu, bisa juga dengan rajin atau tidak malas untuk
selalu mengikuti perkembangan peraturan akuntansi. Sekalipun memang malas
rasanya untuk menghafal dan memahami semua aturan yang begitu banyak dan hampir
setiap tahun mengalami revisi, namun sebenarnya harus dilakukan. Karena
sesungguhnya dengan terus mengikuti perkembangan, seorang akuntan akan dapat
memahami kondisi akunansi dari negara tetangga dan yang sedang berlaku pada
tingkat internasional, jadi dalam arti agar tidak ketinggalan jaman.
Sumber :
By :
Florensia Bias
3203013210 / D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar