Selasa, 25 November 2014

PRAKTIK PERATAAN LABA ATAU INCOME SMOOTHING TERHADAP LAPORAN KEUANGAN




Menurut Scoot (2000) dalam Dewi (2001) Manajemen laba merupakan cara yang digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu dengan tujuan memaksimalkan utility manajemen dan harga saham. Manajemen laba menjadi suatu hal yang tidak baik dilakukan karena informasi laporan keuangan yang disajikan berkurang reliabilitasnya, sehingga dikuatirkan akan berakibat pada pengambilan keputusan yang keliru.
Manajemen laba mencakup dua bentuk utama yaitu yang pertama manajemen melakukan upaya perataan laba (Income Smoothing) untuk setiap periode dan yang kedua manajemen melakukan upaya peningkatan (pemaksimalan) atau penurunan (peminimalan) laba dalam suatu periode. Barnea Et Al (1976) dalam Dwiatmini dan Nurcolis (2001) mendefenisikan perataan laba sebagai pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan. Defenisi perataan laba menurut Beildman (1973) adalah suatu usaha yang dilakukan manajemen untuk menekan variasi dalam laba sejauh yang dimungkinkan oleh prinsip akuntansi.
Koch (1981) dalam Hermawan (1998) yang dikutip Ariyani (2004) menyatakan bahwa perataan laba merupakan alat yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi besarnya variabilitas pendapatan atau laba yang dilaporkan untuk tujuan tertentu dengan cara memanipulasi variable artifical (akuntansi) atau variable real(transaksi). Sofyan Syafri dalam bukunya yang berjudul Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa praktik perataan laba adalah upaya menstabilkan laba dimana tidak banyak variance dari satu periode ke periode lain sehingga dinilai sebagai prestasi baik.
Menurut Hepworth (1953) yang didukung  Ashari, dkk (1994) dan Zuhroh (1996) dalam Jatiningrum (2000), bahwa tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu, alasannya antara lain pertama, rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan dapat mengurangi hutang pajak. Kedua, tindakan perataan laba dapat meningkatkan kepercayaan investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan deviden sesuai dengan keinginan. Ketiga, tindakan perataan laba dapat mempererat hubungan antara manajer dan karyawan, karena dapat mengindari permintaan kenaikan upah/gaji oleh karyawan/pekerja.Dan keempat, tindakan perataan laba memiliki dampak psikologis pada perekonomian, dimana kemajuan dan kemunduran dapat dibandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat ditekan.
Ditambahkan pula oleh Gordon (1964) dalam Jatiningrum (2000), bahwa perataan laba mempunyai peranan yang penting untuk mengurangi bias dari pemegang saham dalam memperhitungkan laba di masa lalu, yang digunakan untuk memprediksi laba di masa depan. Lebih lanjut, Lambert (1984) dan Dye (1988) dalam Jatiningrum (2000) dalam seting keagenan menyebutkan bahwa manajer yang mempunyai resiko menolak untuk terhindar dari hutang dan pinjaman di dalam pasar modal, memiliki daya dorong untuk melakukan tindakan perataan laba. Pendapat ini didukung oleh Trueman dan Tritman (1998) dalam Jatiningrum (2000) dalam seting market yang berhubungan dengan kreditor, menunjukkan bahwa manajer lebih menyukai alternatif yang menghasilkan aliran kas yang lebih merata.
Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu (Belkaoui, 1993). Definisi income smoothing lainnya adalah difinisi yang dikemukakan oleh Beidelman (1973) sebagai berikut:
Perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai usaha yang sengaja untuk meratakan dan mengfluktuasikan tingkat laba sehinnga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan.
Salah satu fenomena menarik dalam akuntansi yang berkaitan dengan laba adalah kejadian yang berkaitan dengan perataan laba (income smoothing). Ada beberapa pendapat yang mencoba membahas fenomena tersebut dan mencoba menguji secara empiris kebenaran peraktik income smoothing yang dilakukan oleh manajer.
Perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.
Ada beberapa alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba. Heyworth (1953) menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor, dan karyawan, serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis. Sementara itu, Gordon (1964) mengajukan proporsi berkaitan dengan perataan laba sebagai berikut:
1.      Kriteria yang digunakan manajemen perusahaan dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasan atau kemakmuran.
2.      Kepuasan merupakan fungsi dari keamanan pekerjaan, level, dan tingkat pertumbuhan gaji serta level dan tingkat pertumbuhan besaran(size) perusahaan.
3.      Kepuasan pemegang saham dan kenaikan performan perusahaan dapat meningkatkan status dan reward bagi manajer.
4.      Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba perusahaan.
Atas dasar proposisi tersebut Gordon mengajukan teori sebagai berikut:“Jika empat proposisi diatas diterima atau terbukti benar, maka manajemen dengan keterbatasan kekuasaan (power) yang dimiliki, sesuai dengan aturan akuntansi, akan (1) meratakan laba yang dilaporkan, dan (2) meratakan tingkat pertumbuhan laba. Dengan meratakan tingkat pertumbuhan laba berarti: jika tingkat pertumbuhan laba tinggi, maka manajemen akan mengadopsi praktik/metode akuntansi yang dapat mengurangi laba dan sebaliknya.
Beidelman (1973) menyatakan bahwa ada dua alasan yang digunakan manajemen untuk melakukan income smoothing. Alasan pertama didasarkan pada asumsi bahwa pola laba periodik yang stabil dapat mendukung tingkat diveden yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola laba periodik yang berfluktuasi. Dengan anggapan tersebut perataan laba diharapkan memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan karena risiko perusahaan dapat dikurangi. Argumen kedua berkaitan dengan upaya meratakan kemampuan untuk mengantisipasi pola fluktuasi laba periodik dan kemungkinan mengurangi korelasi kembalian yang diharapkan dari perusahaan (firm’s expected return) dengan kembalian portefolio pasar (return on market portfolio).

Penulisan : Christinawati (3203012126)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar