Senin, 24 November 2014

Bersiap Menuju Transaksi Non Tunai

Surabaya – Di era ini, transaksi keuangan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu transaksi tunai dan non tunai. Transaksi tunai merupakan pembarayan atas harga barang atau jasa tertentu di mana pembeli menyerahkan uang tunai sebagai alat pembayaran. Sedangkan, transaksi non tunai berupa pembayaran atas harga barang atau jasa tertentu dengan menggunakan media lain yang sah sebagai pengganti uang tunai. Transaksi non tunai dapat menggunakan media kertas seperti cek dan bilyet giro atau media kartu seperti kartu ATM dan kartu kredit.
Meskipun transaksi tunai masih dilakukan, pola transaksi di banyak negara telah beranjak menuju transaksi non tunai. Negara-negara maju memiliki kecenderungan melakukan transaksi non tunai jauh lebih besar dari transaksi tunainya. Negara seperti Belgia, Perancis, Kanada, Inggris, dan Swedia memiliki transaksi non tunai di atas 80 persen dari keseluruhan transaksinya. Transaksi non tunai diberlakukan dengan memberi batasan maksimal penggunaan uang tunai untuk sebuah transaksi. Sedangkan, negara Indonesia masih tergolong negara yang memiliki transaksi tunai yang sangat besar. Menurut data perbandingan pemerintah, transaksi uang tunai di Indonesia mencapai 99,4 persen, sehingga meninggalkan hanya kurang dari 1 persen saja yang merupakan transaksi non tunai. Konversi transaksi tunai ke non tunai yang terjadi di banyak negara maju terjadi karena transaksi tunai dinilai sudah semakin tidak efisien dan semakin tidak efektif untuk digunakan. Masih banyaknya transaksi tunai di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mampu mengatur efektivitas dan efisiensi transaksi keuangannya.
Uang tunai rentan pada perubahan. Jika diterbitkan uang baru, maka uang tunai yang dimiliki harus ditukarkan dengan uang baru sebelum habis masa berlaku sahnya. Uang tunai yang digunakan dalam transaksi tunai juga mudah sekali rusak dan kotor, sehingga seringkali menimbulkan masalah dalam pertukarannya.
Penggunaan uang tunai dalam transaksi tunai memiliki banyak kelemahan. Saat melakukan transaksi dalam jumlah besar, seseorang harus ekstra berhati-hati pada tindak kejahatan yang bahkan dapat mengancam nyawanya. Uang dalam bentuk tunai juga dinilai mudah untuk menjadi objek penggelapan uang karena transaksinya cenderung tidak tercatat dan susah untuk ditelusuri. Transaksi tunai juga menjadi beban anggaran negara. Saat ini Bank Indonesia harus mengeluarkan sekitar 3 triliun rupiah untuk mengelola uang kertas dari pencetakan sampai penghancuran. Hal ini membuat Bank Indonesia sebagai lembaga keuangan resmi negara gencar melakukan sosialisasi transaksi non tunai dan melakukan Gerakan Transaksi Non Tunai pada tanggal 14 Agustus 2014.
Konversi transaksi tunai ke transaksi non tunai di Indonesia akan menjadi sebuah langkah besar. Transaksi non tunai dapat digunakan untuk mempermudah perpindahan uang dalam nominal besar yang sering terjadi dalam dunia bisnis. Transaksi non tunai tidak hanya akan mempermudah transaksi bisnis saja, melainkan juga dapat menempatkan Indonesia di mata dunia sebagai negara yang sudah dewasa dan dapat mengelola keuangannya dengan benar. Indonesia sebagai anggota Masyarakat Economi ASEAN (MEA), tentu hal ini bukan topik yang asing lagi. Fenomena yang terjadi pada tahun 2015 ini menandakan bahwa Indonesia harus siap dengan transaksi antar wilayah yang terlampau jauh maupun transaksi antar negara. Dengan mempersiapkan sistem transaksi non tunai, maka Indonesia akan lebih mudah bertransaksi dengan negara-negara anggota MEA lainnya. Pengelolaan keuangan secara non tunai juga dapat membantu Indonesia memperkuat nilai rupiah menjelang MEA, karena dapat mencegah inflasi akibat kelebihan peredaran uang di masyarakat. Selain itu, transaksi non tunai juga dapat digunakan untuk mencegah praktek kecurangan dan penggelapan uang menjelang MEA yang melibatkan banyak pihak dari berbagai negara.
Sistem transaksi non tunai akan mempermudah banyak aspek keuangan. Bank tidak perlu lagi susah mengatur, menyimpan, dan menditribusikan uang kertas yang bertumpuk dan membebani operasionalnya dengan penyimpanan dan pengamanan tingkat tinggi. Bank tidak lagi perlu menaikkan bunga kredit akibat terbeban di sektor operasionalnya. Sistem keuangan yang lebih transparan dapat terbentuk karena semua transaksi dapat tercatat dengan baik. Pengawasan terhadap peredaran uang akan semakin efektif, sehingga dapat mencegah penggelapan uang termasuk tidak pencucian uang dan korupsi yang sudah membudaya di Indonesia. Pelaksanaan kebijakan keuangan pemerintah juga dapat lebih mudah dilakukan. Perencanaan dan pembangunan negara akan lebih mudah dilakukan oleh Bank Indonesia dengan melihat catatan transaksi non tunai yang terjadi di setiap daerah. Selain itu, kebijakan lain seperti rencana redenominasi rupiah yang dicanangkan untuk memperkecil jumlah mata uang dari ribuan menjadi satuan akan lebih mudah terealisasi. Transaksi non tunai akan membatasi jumlah uang yang beredar, sehingga mempermudah pengaturan dan peremajaan uang tunai.
          Lalu, apa peran akuntan dalam konversi transaksi tunai ke non tunai tersebut? Hal ini berarti bahwa akuntan harus lebih ahli dalam mengatur keuangan perusahaan. Khususnya dalam rekonsiliasi pencatatan perusahaan dengan perantara transaksi non tunai, yaitu bank, melalui rekonsiliasi bank.
Dengan rekonsiliasi bank, seorang akuntan menjelaskan perbedaan pencatatan kas di perusahaan dan pencatatan kas di bank. Rekonsiliasi Bank dapat dibuat dengan bentuk laporan atau bentuk rekening. Ada 4 kegiatan yang menjadi fokus perbedaan pencatatan di perusahaan dan di bank, yaitu setoran dalam perjalanan, cek yang masih beredar, biaya bank dan kredit bank, serta kesalahan pencatatan. Setoran dalam perjalanan adalah setoran yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan mengurangi kas di perusahaan masih belum dicatat dalam pencatatan kas di bank karena dana tersebut masih diproses. Cek yang masih beredar adalah cek yang telah ditulis oleh perusahaan dan telah dicatat di pencatatan kas perusahaan tetapi masih belum dicatat dalam pencatatan kas di bank  karena masih belum dicairkan. Biaya bank adalah biaya yang dicatat bank atas servis, pencetakan cek, cek kosong, dan peminjaman brangkas bank. Sedangkan, kredit bank adalah pungutan atau penambahan saldo kas di pencatatan bank atas kepentingan nasabah yang tidak diketahui nasabah sampai diberikannya laporan bank.

Ilustrasi:

Langkah 1. Bandingkan saldo rekening koran bank dengan buku kas perusahaan
Sama atau berbeda? Biasanya selalu ada perbedaan.
Langkah 2. Cari transaksi yang berasal dari bank
Biaya yang dikenakan oleh bank dengan langsung memotong saldo dan pendapatan yang diberikan oleh bank dengan langsung menambah saldo rekening perusahaan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Diantaranya: biaya admin bank, bea meterai, biaya buku cek, bunga jasa giro, pajak atas bunga. Bank langsung melakukan transaksi tanpa pemberitahuan pada perusahaan terlebih dahulu, maka biasanya transaksi tersebut belum tercatat di dalam buku kas perusahaan.

Transaksi ini rutin terjadi setiap bulannya dan jumlahnya relatif sama. Tanggal transaksi seperti ini lebih banyak terjadi mendekati akhir-akhir bulan (kecuali biaya buku cek yang tergantung tanggal pengambilan). Misalnya ditemukan:k
Biaya admin bank Rp 500,000, belum dicatat ke dalam buku kas perusahaan
Biaya buku cek Rp 300,000, belum dicatat ke dalam buku kas perusahaan
Bea materai Rp 50,000, belum dicatat ke dalam buku kas perusahaan
Bunga jasa giro Rp 215,000, belum dicatat ke dalam buku perusahaan
Pajak atas bunga Rp 15,000, belum dicatat ke dalam buku perusahaan.

Masukan transaksi-transaksi tersebut ke dalam buku kas perusahaan dengan jurnal:

[Debit]. Biaya Admin Bank = Rp 850,000
[Credit]. Kas – Bank Mandiri = Rp 850,000
(Biaya admin bank 500,000 + buku cek 300,000 + bea materai 50,000)

 [Debit]. Kas – Bank Mandiri = Rp 200,000
[Debit]. Biaya Pajak atas bunga = Rp 15,000
[Credit]. Pendapatan Jasa Giro = Rp 215,000
(Untuk mencatat bunga jasa giro dan pajak atas bunga)

Saldo kas perusahaan akan berubah menjadi: 36,380,000 – 500,000 – 300,000 – 50,000 + 200,000 = Rp 35,730,000.
Jika dibandingkan dengan saldo dalam rekening koran yang hanya Rp 8,550,000, berarti masih ada selisih Rp 27,180,000.
Langkah 3. Buatlah ‘Lembar Kerja Rekonsiliasi’
Buatlah lembar kerja rekonsiliasi yang sederhana saja, lalu masukan saldo buku kas perusahaan Rp 35,730,000 di ujung atas, dan saldo rekening koran sebesar Rp 8,550,000 di bagian bawah lembaran kerja.

Langkah 4. Temukan setoran dalam perjalanan
‘Setoran dalam perjalanan’ atau ‘deposit in transit’ yang dimaksudkan adalah cek (umumnya pembayaran dari pelanggan) yang sudah dicatat sebagai kas masuk akan tetapi belum disetorkan ke bank, atau sudah disetorkan tetapi belum berhasil di kliring sampai bank tutup buku, sehingga di rekening koran tidak muncul.

Kumpulkan semua setoran untuk bulan itu (di dalam buku perusahaan pasti di sisi debit, terutama pada tanggal-tanggal menjelang tutup buku). Kemudian cari setoran itu di dalam rekening koran satu-per-satu (biasanya di sisi credit rekening koran). Setoran manapun yang tidak muncul di rekening koran, masukan ke dalam ‘Lembaran Kerja Rekonsiliasi’ di bagian “setoran dalam perjalanan”. Lalu jumlahkan semua nominalnya. Misalnya ditemukan 3 setoran dalam perjalanan:
Setoran tanggal 29-Aug-2011 = Rp 15,000,000
Setoran tanggal 30-Aug-2011 = Rp 25,000,000
Setoran tanggal 31-Aug-2011 = Rp 10,000,000

Setoran Dalam Perjalanan       = Rp 50,000,000
(Catatan: tidak perlu di jurnal, cukup di masukan ke dalam lembar kerja rekonsiliasi saja).

Langkah 5. Temukan cek beredar

‘Cek beredar’ atau ‘outstanding check‘ yang dimaksudkan di sini adalah cek keluar yang sudah dicatat sebagai kas keluar (biasanya pembayaran kepada pihak luar) tetapi belum dicairkan oleh si penerima cek hingga bank tutup buku, sehingga saldo buku kas perusahaan sudah berkurang tetapi saldo kas di rekening koran belum berkurang.

Kumpulkan semua cek keluar bulan itu (di dalam buku perusahaan pasti di sisi kredit), cari cek keluar tersebut di dalam rekening koran satu-per-satu (biasanya di sisi debit rekening koran). Setoran manapun yang tidak muncul di rekening koran, masukan ke dalam ‘Lembaran Kerja Rekonsiliasi’ di bagian “cek beredar”. Lalu jumlahkan semua nominalnya. Misalnya ditemukan 5 cek beredar:
Cek No. 389900 = Rp   3,500,000
Cek No. 389905 = Rp   5,200,000
Cek No. 389910 = Rp   2,000,000
Cek No. 389912 = Rp   8,000,000
Cek No. 389917 = Rp   4,300,000

Cek Beredar       = Rp 23,000,000
(Catatan: tidak perlu di jurnal, cukup di masukan ke dalam lembar kerja rekonsiliasi saja).

Masih ada selisih Rp 180,000. Dimanakah selisih ini?

Langkah 6. Periksa ulang dan telusuri
Pertama pastikan semua biaya-biaya bank dan pendapatan jasa giro (termasuk pajaknya) sudah dijurnal dan dimasukan ke dalam buku kas perusahaan. Jika tidak ada yang ketinggalan dan semuanya sudah dijurnal dengan benar. Lanjutkan periksa ulang ke lembaran kerja rekonsiliasi, pastikan semua setoran dalam perjalanan dan cek beredar sudah dimasukan ke dalam lembar kerja rekonsiliasi dengan benar. Jika semuanya sudah dimasukan dengan benar, berarti perlu dilakukan penelusuran.

Jika selisihnya kecil (di bawah Rp 1,000,000), kemungkinan besar disebabkan oleh salah input angka. Artinya, kemungkinan semua cek dan slip setoran sudah terinput, hanya saja diinput lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya.
Jika selisihnya besar (di atas Rp 1,000,000), kemungkinan besar disebabkan oleh:
a)      adanya cek keluar/slip setoran yang belum terinput
b)      ada cek keluar/slip setoran diinput duakali
c)      ada cek batal (kembali) yang lupa dijurnal pembalik (reversal journal).
Supaya tidak membingungkan, lakukan penelusuran dengan menggunakan nomor cek dan nomor slip setoran yang ada di rekening koran (setiap transaksi pasti ada nomor cek/nomor slip-nya).
Jika buku kas perusahaan menggunakan Excel, anda tinggal tekan Ctrl + F, masukan nomor cek tersebut. Jika menggunakan software akuntansi yang memiliki fitur pencarian nomor cek, anda bisa menggunakan itu, masukan nomor cek tersebut. Ingat untuk memperhatikan jumlahnya. Terus lakukan hingga transaksi terakhir di rekening koran.

Dalam contoh kasus ini misalnya anda menemukan Cek No. 389825 di rekening koran menunjukan nominal Rp 1,200,000 tetapi di buku kas perusahaan menunjukan nominal Rp 1,020,000. Apa yang harus dilakukan dengan ini?

Ambil dokumen terkait dengan transaksi tersebut, misalnya nota tagihan dari PT. XYZ atas pemebelian bahan baku. Periksa nominal tagihannya; apakah memang Rp 1,200,000 atau hanya Rp 1,020,000? Jika memang Rp 1,200,000 berarti hanya kasus salah input. Lalu buat jurnal penyesuaian:

[Debit]. Utang pada PT. XYZ       = Rp 180,000
[Credit]. Kas                                  = Rp 180,000

Setelah jurnal ini dimasukan, maka saldo buku kas perusahaan akan berkurang sebesar Rp 180,000, sehingga menjadi Rp 35,550,000. Ganti saldo akhir buku kas di lembar kerja rekonsiliasi (ujung atas) dari Rp 35,730,000 menjadi Rp 35,550,000, sehingga ‘Saldo Akhir Buku Kas Perusahaan Setelah Rekonsiliasi’ akan menjadi sama persis dengan ‘Saldo Akhir Kas Bank Mandiri, yaitu Rp 8,550,000.

Jika sudah sama, berarti pekerjaan rekonsiliasi bank sudah selesai. Print “Lembaran Kerja Rekonsiliasi” lalu arsipkan bersama-sama dengan rekening koran untuk bulan yang sama.
Abstrak:
Transaksi non tunai, akuntansi, rekonsiliasi bank, contoh rekonsiliasi bank
Sumber:
http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_165814.aspx Diakses pada tanggal 24 November 2014 pukul 23.41
Penulis:

David Darmawan Yonathan (3203013042)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar